Saturday 5 November 2016

Ahok, Menistakan Agama atau Tidak?

       Akhir September 2016, publik digemparkan oleh video Ahok di Kepulauan Seribu yang dianggap menistakan Al-Quran. Saat itu, Ahok sedang kunjungan ke Pulau Pramuka, Kep. Seribu untuk menyampaikan pidato dan gagasan mengenai pembangunan di Pulau tersebut. Namun, selang beberapa waktu kemudian, tiba-tiba munculah berita dari media sosial mengenai pernyataan Ahok saat menyebutkan Surat Alamidah 51, dimana pernyataan beliau dianggap menistakan Al-Quran. Hal ini pun kemudian menjadi viral dimana-mana dan menimbulkan kegaduhan antar bangsa dan bernegara.
          Awal mulanya, keadaan baik-baik saja setelah kunjungan Ahok ke Kepulauan Seribu tersebut. Baik media televisi maupun wartawan-wartawan lain yang berada di lokasi tidak mempermasalahkan hal tersebut. Namun, yang memicu awal kekisruhan adalah saat akun facebook bernama Buni Yani yang kemudian menyebarkan potongan video tersebut bukan dalam versi aslinya. Versi yang disebarkan oleh Buni Yani merupakan potongan video Ahok saat mengucapkan Surat Almaidah 51 tersebut, namun ada kata yang dihilangkan oleh beliau. Dalam versi asli video Ahok, beliau menyebutkan seperti berikut, “Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa saja dalam hati kecil Bapak Ibu gak bisa milih saya, ya kan dibohongi “pake” Surat Almaidah 51 macem-macem itu. Itu hak Bapak Ibu”. Namun, dalam versi editan Buni Yani, beliau menghilangkan kata “pake” dalam rekaman video tersebut. Tentu hal ini membuat makna pernyataan tersebut menjadi berbeda.
          Cobalah dengan hati yang tenang dan pikiran yang damai, kita menanggapi maksud pernyataan Ahok. Apabila kita memahami baik-baik maksud perkataan tersebut, kita sama sekali tidak melihat ada unsur penistaan Al-Quran yang dilakukan oleh beliau. Disana jelas, terdapat kata “pake” atau dalam kata bakunya “memakai”, artinya adalah Bapak Ibu jangan mau dibohongi oleh segelintir orang-orang yang memakai Surat Almaidah 51 untuk menjadi alasan tidak memilih Ahok. Lalu, apabila saya bertanya, berarti yang salah dalam pernyataan itu, apakah segelintir orang yang memakai Surat tersebut atau Surat itu sendiri?
Saya kasih contoh yang serupa dengan hal tersebut. Yanto dibohongi pake surat panggilan tersebut. Lalu, apabila saya bertanya, berarti yang berbohong siapa? Yang membohongi Yanto atau surat panggilannya? Beda konteksnya apabila kata “pake” saya hilangkan. Maknanya menjadi Yanto dibohongi oleh surat panggilan tersebut, karena surat tersebut palsu! Cobalah untuk disimak baik-baik.
           Jelas hal ini kemudian disalah-tafsirkan oleh berbagai kalangan. Apalagi karena akun facebook Buni Yani tersebut yang menyebarkan potongan video yang sudah diedit dari versi aslinya. Tentu hal ini membuat gaduh antar umat beragama dalam bangsa ini. Beberapa kalangan mulai memperdebatkan hal ini dan satu per satu mulai angkat bicara. Mulai dari ulama-ulama, politisi, pejabat-pejabat negara, sampai masyarakat kecil. Beberapa ulama bahkan menganggap Ahok telah menistakan Al-Quran melalui pernyataannya tersebut. Sudah banyak bersebaran video-video sumpah serapah yang ditujukan oleh Ahok karena telah dianggap melecehkan Islam dan Al-Quran. Bahkan, mereka semua sudah sepakat untuk mengadakan demo besar-besaran pada tanggal 4 November 2016 di Jakarta dan daerah lainnya untuk menuntut Ahok supaya dibawa ke jalur hukum.
        Mengenai hal tersebut, Ahok pun meminta maaf atas pernyataannya tersebut yang telah membuat gaduh antar umat beragama. Dalam pernyataannya, Ahok mengatakan bahwa tidak ada maksud sama sekali untuk melecehkan Islam atau Al-Quran. Beliau bahkan sudah pernah sekolah Islam selama 9 tahun, mulai dari SD sampai SMP. Selain itu, pembangunan mesjid-mesjid juga dilakukan oleh Beliau dengan baik dan tepat. Sekolah-sekolah Madrasah juga dibantu dengan menggunakan KJP dan mengizinkan pembangunan sekolah-sekolah Islam. Ahok pun memohon kepada rakyat maupun semua umat Islam untuk tidak perlu melanjutkan masalah ini lagi, karena masalah beragama adalah urusan pribadi kita pada Tuhan, bukan untuk dibawa ke publik. Lalu, apakah masalah ini selesai begitu saja? Dan rakyat menerima permintaan maaf Ahok? Ternyata tidak. Kalangan tertentu seperti MUI dan ormas-ormas lainnya (salah satunya FPI) menuntut agar masalah Ahok segera diproses melalui jalur hukum.
       Tepat tanggal 4 November 2016 kemarin, aksi demo pun dilakukan besar-besaran untuk menuntut pemerintah agar mengadili Ahok melalui proses hukum. Massa yang sangat banyak jumlahnya ini datang dari berbagai daerah, seperti dari Kalimantan, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan lain-lain. Massa ini terdiri dari berbagai ormas-ormas Islam di seluruh Indonesia, salah satunya ormas yang sering membuat ricuh, yaitu FPI. Massa ini menyebut gerakan yang mereka lakukan sebagai “Aksi Damai”. Aparat kepolisian pun berjaga di sekitar lokasi unjuk rasa tersebut. Ada ribuan personil gabungan TNI dan Polri yang mengamankan daerah tersebut, dikarenakan massa yang berdemo juga berjumlah ribuan lebih banyaknya. Mereka melakukan aksi demonya setelah sholat Jumat di Mesjid Istiqlal, kemudian ke Balai Kota, dan ke Istana Negara.
       Unjuk rasa tersebut, sebelumnya telah disepakati untuk diakhiri pada pukul 18.00 WIB. Dari awal unjuk rasa, terlihat para ulama dan pemimpin demo mampu mengendalikan situasi sehingga demo berjalan dengan damai. Namun, kejadian yang tidak diinginkan terjadi setelah sebagian pendemo tidak mau membubarkan diri saat waktu sudah menunjukkan lewat pukul 18.00. Aksi pun mulai ricuh dan kepolisian sudah bersiaga untuk menghadang pendemo agar tidak merusak fasilitas umum. Sebagian pendemo tersebut membawa tongkat dan melempari botol-botol ke arah polisi. Kejadian pun mulai menjadi panas dan tidak karuan. Aksi damai yang dijanjikan berakhir dengan ricuh. Bahkan mobil-mobil dibakar oleh massa tersebut sehingga menimbulkan kobaran api yang begitu besar. Sambil meneriakkan “Allahuakbar”, mereka merusak fasilitas-fasilitas yang ada dan melempari polisi dengan botol dan batu.
      Mari kita kembali lagi pada awal cerita. Apa yang menyebabkan ini semua? Apakah karena pernyataan Ahok yang disalah-tafsirkan atau ini akal-akalan para pembenci Ahok atau malah karena ada unsur politik untuk menjatuhkan Ahok supaya tidak mengikuti Pilkada DKI nanti? Saya terus bertanya-tanya pada diri saya sendiri. Karena setelah saya menonton versi full dari video Ahok itu 1 hari setelah di upload, saya tidak menemukan unsur penistaan agama yang dilakukan oleh beliau. Saya justru kaget melihat komentar-komentar dan berita yang heboh di media sosial setelah selang beberapa hari. Lalu saya menelisik lebih dalam, apakah benar orang seperti Ahok tega menistakan agama Islam?
          Lalu, setelah saya bertanya-tanya dalam hati, saya justru melihat hal yang membuat saya sangat heran dimana Ahok akan diadili oleh karena kasus tersebut. Saya pun bertanya kepada Tuhan, siapakah Tuhan yang berhak mengadili kasus tersebut? Apakah para ulama, pemuka agama, politisi yang berhak menghakimi dan mengadili kasus seperti ini? Bukankah Engkau, ya Tuhan yang seharusnya bertindak untuk mengadilinya? Karena soal Kitab Suci adalah Engkau sendiri yang menuliskannya, bukan para ulama dan pemuka agama lainnya. Lalu mengapa mereka yang marah? Mengapa mereka yang menghakimi? Apakah hak mereka untuk mengadili sesuatu yang seharusnya adalah bagian-Mu?
           Saya sangat tidak nyaman dengan reaksi yang dilakukan oleh pemuka agama tersebut, padahal Ahok secara terang-terangan sudah meminta maaf. Saya percaya dalam ajaran Islam pasti mengenal apa itu mengasihi dan mengampuni. Tidak mungkin ada ajaran agama, apalagi yang percaya kepada Tuhan, yang tidak mengajarkan tentang mengasihi. Saya percaya sepenuhnya ajaran Islam adalah mengajarkan kebaikan dan kedamaian. Tetapi karena ada beberapa oknum yang berusaha memanas-manasi, sehingga membuat umat Islam lainnya ikut terpancing. Apalagi ditambah situasi unjuk rasa yang berakhir ricuh seperti itu. Jujur, saya sangat sedih melihat mereka yang mengatakan “Ahok” adalah kafir, namun mereka sendiri yang berlaku seperti orang kafir, penuh dendam, dan kebencian. Lihat saja, ormas yang berteriak-teriak “Allahuakbar” namun merusak fasilitas umum. Lihat saja mereka yang sehabis melakukan sholat malah membuat kerusuhan, tetapi mengatakan orang lain kafir. Sungguh sangat keji perbuatan mereka yang seperti itu. Saya percaya sekali lagi, agama seperti Islam tidak mungkin mengajarkan untuk berbuat rusuh seperti itu. Oleh sebab itu, saya mohon kepada seluruh rakyat Indonesia untuk berpikir cerdas dalam menanggapi kasus ini. Karena negara ini adalah negara kesatuan, tidak dapat dipecah-belah oleh isu agama seperti ini.
        Kemudian, saya lanjutkan dengan pertanyaan saya tadi. Apa yang menyebabkan ini semua? Apakah mungkin karena oknum-oknum yang menyalahgunakan Surat Almaidah 51 itu memiliki suara yang kuat sehingga menimbulkan kericuhan seperti ini? Saya ajak lagi rakyat Indonesia, terutama umat Islam untuk memahami maksud Surat tersebut. Mungkin pengetahuan saya tentang kitab Islam tidak luas, namun saya yakin Allah memiliki maksud terbaik buat anak-anakNya atau hamba-hamba-Nya. Tidak mungkin Allah melarang seorang yang kelakuannya bersih, jujur, berani, tegas, dan penuh kebaikan untuk memimpin negeri ini, dibandingkan seorang yang jiwanya korupsi? Apakah kemudian saat Allah tahu ternyata “pemimpin yang kafir” lah yang terpilih, padahal kelakuannya bersih dan jujur, lalu Ia melarang hambaNya untuk mengangkat dia sebagai pemimpin mereka? Serendah itukah Allah? Sejahat itukah Allah sehingga Ia membeda-bedakan hamba mana yang layak memimpin bangsanya? Bukankah “orang kafir” itu juga ciptaan-Nya? Bukankah “orang kafir” itu juga hidup seturut kehendak-Nya dan mematuhi seluruh perintah-Nya? Oleh karena itu, apalah daya kita manusia untuk memahami perkataan Allah? Apalah kemampuan kita untuk menafsirkan maksud-Nya dalam Surat Almaidah 51 itu? Hanya satu kalimat saja jawabannya, Allah tidak sejahat itu! Dia bukan Allah yang membeda-bedakan hamba-Nya. Bahkan orang yang berbuat najis di hadapan-Nya saja masih bisa diberi waktu untuk bertobat! Lantas, mengapa Ia tidak menghalalkan “orang kafir” yang berbuat kebaikan dan menuruti perintah-Nya selalu?
Selain itu, apakah kita semua berkenan di mata-Nya? Bukankah kita semua adalah manusia yang berdosa? Kandungan lemak babi 0,01 % pun adalah najis untuk dimakan atau 1 buah telor busuk dicampurkan ke dalam 10 buah telor bagus tetap najis untuk dimakan, masakan kita umat manusia yang sudah berdosa sejak lahir tidak najis di hadapan-Nya? Sama saja semuanya! Kita semua adalah najis di hadapan Allah! Lantas, berhak kah kita menilai orang lain kafir dan tak pantas menjadi pemimpin? Saya sangat percaya Al-Quran dan kitab lainnya tidak salah, hanya kita yang salah menafsirkannya!
         Oleh sebab itulah, saya sangat merenungkan ini. Saya adalah orang yang sangat mendukung Pak Ahok. Bukan karena beliau Kristen, tetapi karena beliau hidup taat pada Tuhan, berbuat kebaikan, jujur, tegas, dan ramah terhadap sesama! Saya tidak melihat hal itu ada dalam diri pejabat-pejabat publik lainnya! Sangat sulit untuk menemukan orang seperti beliau. Berjiwa nasionalis dan merakyat, bagaikan pemimpin sejati. Oleh sebab itu, saya sangat menyesalkan kejadian ini pada beliau. Saya berharap, semoga penegak hukum berlaku seadil-adilnya dalam menyatukan bangsa ini. Saya harap juga mata setiap kita mulai terbuka untuk bisa membedakan mana yang hitam dan putih. Jangan mau dihasut oleh oknum-oknum yang memang tujuannya untuk memecah belah bangsa ini! Berpikirlah cerdas dan bijaksana! Tuhan memberkati. (YA)


Saya menuliskan ini agar suatu saat orang dapat melihat dan memahami kasus yang sebenarnya terjadi. Bahkan ratusan tahun kemudian pun, orang masih dapat membacanya.

Video Ahok di Kepulauan Seribu :

Video Ahok soal pernyataannya yang dianggap menistakan agama :

Video Ahok meminta maaf karena telah menimbulkan kegaduhan :

Pernyataan maaf Buni Yani karena mengedit video Ahok :

No comments:

Post a Comment