I’m dreaming of the White
Christmas… Just every Christmas card I write.. May your days be merry and
bright…
Lantunan lagu indah yang kuputar di bulan Desember. Mengingatkanku akan masa
kecil yang memimpikan pohon cemara dan rumah hangat di tengah salju yang
dingin, dekat bukit, dan penuh cahaya-cahaya lampu dari mereka yang merayakan
Natal. Bulan ini adalah bulan yang penuh pohon cemara, sinterklas, salju, dan
keindahan lainnya. Bulan yang biasa kunanti-nantikan mendapat sesuatu yang
istimewa, mendapat kado dari seseorang, atau mengalami pengalaman hebat yang
takkan pernah terlupakan. Setiap orang pasti menginginkan sesuatu yang istimewa
dari bulan ini.
I’m dreamin a love, a gift, a merry… Aku
pasti menginginkan sukacita yang luar biasa. Memasuki awal bulan ini, acara
natal sudah dipersiapkan di kampusku. Panitia yang merupakan adik kelasku sudah
merancang suatu perayaan yang megah. Dari mulai pelayan, pembicara, pemain
drama mereka sudah mempersiapkannya. Dari acara, logistik, sampai konsumsi
sedang dipersiapkan dengan baik. Suatu persiapan yang cukup singkat mengingat
acara ini akan dilaksanakan tanggal 20 Desember.
Sudah
menjadi keinginanku untuk mempersembahkan sesuatu yang indah pada natal ini,
aku ingin membuat sesuatu yang baru dan akan diingat hingga nanti. Entah
mengapa niat hati sangat ingin menjadi seorang pelayan musik dalam acara natal
maupun perayaannya, minimal membawakan sebuah persembahan pujian. Aku
menginginkan natal yang berbeda dari sebelumnya. Aku ingin membuat sesuatu di
atas panggung perayaan, menjadikan natal ini berbeda dalam kehidupanku. Tapi,
semua ternyata hanya angan-angan semata yang terhembuskan angin. Harapanku
hilang dalam sekejap, lagu-lagu yang kunyanyikan hanya terngiang dalam
kepalaku, dan rasa galau menyelimuti pikiranku.
Ternyata,
panitia sudah memilih pelayan musik dan tidak menerima persembahan pujian yang
ingin aku berikan. Dalam hati aku mencoba menenangkan diriku, berdoa agar natal
ini tetap menjadi sesuatu yang indah dalam hidupku. Aku hanya mencoba
menasehati diriku sendiri karena tidak ada seorangpun yang tahu bahwa aku
sangat ingin melayani di altar natal tahun ini. Kuanggap ini hanya sebuah ujian
kesabaranku dan menyadarkanku akan arti natal yang sesungguhnya.
Sesuatu
yang ditunggu-tunggu akan terjadi ternyata tidak terjadi, cukup mengikiskan
hati. Tapi dalam hati nurani, aku sadar bahwa natal ini adalah merayakan
kelahiran-Nya yang telah menyelamatkan kita. Bukanlah saatnya membeli pohon
cemara lalu menghiasinya dengan hiasan mahal, berlomba membeli baju yang bagus,
berfoya-foya, dan sebagainya. Ini saatnya kita merenung akan kelahiran Tuhan
Yesus yang menjadi Juruselamat kita di dunia. Dia yang telah lahir bagi kita,
mati bagi dosa-dosa kita, dan bangkit untuk setiap org boleh percaya kepada Dia
dan beroleh Kehidupan yang Kekal.