“Waktu kecil, pernah aku bermimpi menjadi
seorang dokter. Saat aku berumur 9 tahun dan pada saat itu nenekku merayakan
ulang tahunnya yang ke- 65. Kata-kata yang masih terngiang di kepalaku adalah
“kelak kalau kamu jadi dokter, kamu bisa mengobati nenek yang sudah sakit-sakit
ini”.
Perasaanku begitu tenang, penuh
keyakinan, rasa percaya diri tinggi pada saat itu. Aku berpikir bahwa aku pasti
bisa menggapai mimpiku dengan mudah. Begitu banyak ketertarikanku pada saat
itu. Bintang-bintang di langit, bulan, bahkan planet yang sering bermunculan di
kala malam aku begitu peka. Tiap malam, kesukaanku adalah memperhatikan
bintang, planet, dan meteor yang jatuh ke bumi. Ketertarikanku pun menjadi
seorang astronaut pada saat itu begitu besar “juga”.
Ketertarikanku akan hal-hal yang
berhubungan dengan luar angkasa kualami sejak SD sampai SMA. Begitu seperti
orang bodoh terlihat orang apabila aku mempercayai keberadaan alien atau UFO.
Namun, itulah yang menjadi hobiku. Aku bercita-cita ingin menjadi salah satu
dari mereka yang terbang ke luar angkasa. Namun, semakin dewasa pikiran ini
semakin mengarah ke realita bahwa bukan itu tujuanku sebenarnya.
Memasuki masa SMA, dimana aku mulai
tahu letak kemampuanku yang sebenarnya. Aku masuk IPA pada saat itu dan aku
sangat bersyukur. Tidak banyak orang yang dengan mudah masuk IPA, namun aku
termasuk salah satu dari orang-orang itu. Panjang cerita, aku mulai menyukai
jurusan abangku pada saat kuliah, yaitu arsitektur. Hobiku pada menggambar
memang sudah terlihat sejak kecil. Abangku sendiri mengatakan bahwa aku lebih
hebat daripada dia dalam hal menggambar. Kepercayaan diriku begitu besar pada
saat itu hingga aku meyakinkan diri bisa menjadi seorang arsitek yang terkenal,
yang dapat mendesain bangunan hotel berbintang 6 atau bangunan terindah di
Sumatera.
“Aku
bersungguh-sungguh ma, pa.. Aku akan memiliki hotel berbintang 6 dengan
desainku sendiri dan aku memiliki hotel tsb atas saham-saham yang sudah
kuberikan, dan kalian akan menikmatinya”
Kata-kata itu sangat sering keluar
dari hati dan mulutku kepada mereka. Cita-citaku pun ingin masuk ke Perguruan
Tinggi di Undip (Universitas Diponegoro) tempat abangku pernah berkuliah dan
mengambil jurusan arsitektur. Rasa antusias yang sangat tinggi mengurungi diriku
pada saat itu. Sejak saat itulah aku sangat bersungguh-sungguh belajar, kerap
juga aku mendesain berbagai macam bangunan padahal aku tidak mengerti dasarnya
sama sekali. Aku mempelajari Autocad dan Sketch-Up dengan pengertianku sendiri.
Itulah kerasnya usahaku.
Perjuanganku pada saat ujian masuk
Perguruan Tinggi, pada saat itu dinamakan SNMPTN tulis sangat tinggi. Buku-buku
bimbel yang sangat tebal setiap hari aku kerjakan. Tak ada niatku untuk
bermain-main, Hingga saatnya ujian aku akhirnya sadar dengan kapasitasku.
Keberuntungan adalah faktor utama dalam mengerjakan ujian. Aku dengan lesu
berkata bahwa aku tidak mungkin diterima di Undip ,karena menurut
perhitunganku, passing grade ku tidak
mencapainya. Hari-hari yang kulalaui hanya berdoa dan berserah agar Tuhan
memberi yang terbaik buatku, yang penting aku sudah berusaha semampuku.
Tiba di hari pengumuman, begitu
terkejutnya aku saat melihat namaku lulus di Unpad (Universitas Padjadjaran)
Jatinangor. Perasaan pertama yang kurasakan begitu tidak relanya aku selama ini
memperjuangkan menjadi seorang arsitektur malah masuk ke jurusan Teknik
Pertanian. Soal pertanian aku sungguh-sungguh buta. Tapi abangku dan seluruh
keluargaku mengatakan bahwa itulah yang terbaik diberikan Tuhan. Dalam segala
ketidakterimaanku, dalam segala pergumulanku aku berdoa kepada Tuhan agar aku
diberi kekuatan.
Untuk pertama kalinya aku merasakan
perasaan berada di antara orang yang tidak memahami aku. Dimana pada saat masa
sekolah teman-temanku begitu mengerti kemampuan dan hobiku yaitu menggambar.
Perasaan tertekan sudah jelas membunuhku selama kuliah yang kujalani.
Keberadaan orangtua yang jauh di luar pulau semakin membuatku tertekan. Namun
seringkali jika ada waktu aku berkunjung ke tempat abangku yang ada di Depok.
Menurutku suatu keputusan yang tepat
mengambil jurusan ini di pilihan kedua. Ada hikmahnya kalau kata orang-orang.
Aku bisa mendesain mesin pertanian seperti bidang kajian Alsin yang ada di
jurusanku. Tapi entah mengapa kepercayaan diriku menurun semenjak aku kuliah.
Aku lebih memperhatikan mereka yang begitu pintar pada pertanian dan sudah siap
di dunia kerja, sedangkan aku yang aku tahu hanya menggambar dan menulis.
Perasaan tertekan semakin menekanku.
Rajin belajar? Ya, sesekali aku
belajar dan pada saat ujian aku rajin membaca buku. Tetapi, produktivitasku
justru semakin menurun saat kuliah ini. Aku hampir tidak memiliki rasa
kepercayaan diri akan menjadi apa aku nanti. Mimpi menjadi arsitek pun sudah
lenyap. IPK ku pun sudah tidak bisa menjadi cumlaude karena pernah mengulang. Suatu tekanan yang sangat tinggi
berada di lingkunganku sendiri. Aku hampir pernah menjadi orang yang unsos andai tidak ada teman-teman satu
rumahku. Namun apa daya jika teman-temanku pun tidak begitu mengerti
keberadaanku karena kita sama-sama anak perantauan dan pasti hanya memikirkan
nasib sendiri.
Keindahan langit, bintang-bintang,
planet, meteor yang sering kuamati semua sudah berlalu. Nenekku juga sekarang
sudah menjadi kurus kering oleh penyakitnya. Papaku yang sudah mengalami
komplikasi penyakit. Sungguh jiwa ini sudah tidak dipenuhi Roh lagi.
Kehidupanku bagai bunga layu di antara yang subur. Kepercayaan diriku hilang.
Rasa antusiasku hilang. Aku menjadi orang yang pesimis.
Dalam setiap keterampilanku, aku tidak
dipenuhi kepercayaan diri, dalam keterampilanku aku sangat takut dan khawatir,
aku sangat memperhatikan kapasitasku, aku selalu memperhatikan
ketidakmampuanku, itu semua adalah dosa yang aku tahu. Tapi ya Tuhan, sekali
lagi aku ingin kepercayaan diriku kembali. Aku ingin memiliki hotel bintang 6
yang pernah kucita-citakan, tapi itu terasa seperti berbicara pada lorong gelap
dan tak ada yang mendengar. Terasa ingin keluar dari segala tanggung jawabku
yang ada dan membuang semua keluhan ini.
Bahkan aku tidak mengenali diriku
lagi. Menggambar? Apa menggambar itu penting? Menulis? Kau tidak bisa menjadi
pemimpin jika kemampuanmu hanya menulis! Semua yang ingin kucita-citakan
berlawanan dengan keinginan dan hasratku. Saat ingin melakukan apapun perutku
terasa sakit dan ingin muntah rasanya. Kepercayaan diri ini sungguh berada pada
titik 0.
Abangku, kakakku yang sumber
inspirasiku, dimana lagi perhatianmu sekarang. Tak ada lagi kata-kata motivasi
daripadamu yang dapat membangkitkan roh ku saat ini. Roh ku saat ini sedang
tertidur dan aku tidak sanggup membangunkannya lagi. Tuhan, hanya Engkau
harapanku satu yang dapat membangkitkanku, tinggalah dalam hatiku, berdiamlah
dalam jiwaku, karena hidup ini hanyalah fana jika kedagingan yang dicita-citakan,
Roh Tuhan harus dimuliakan. Berkali-kali aku memotivasi diriku, orang-orang
terdekatku memotivasi diriku, itu seperti mereka membangun-bangunkan rohku
namun dia tetap terlelap.
Pernah kurenungi betapa tertutupnya
diriku seperti gerbang tinggi yang sudah diberi tembok yang kuat dan gembok
yang sangat besar. Pikiranku tidak pernah terbuka lagi. Aku menggelut didalam
sana. Oleh dosa-dosaku aku terpuruk bahkan dalam jurang yang paling dalam. Tas parasutku tak pernah kubuka dan sangat
sulit membukanya. Butuh kode rahasia dalam pikiranku yang belum bisa kuungkap.
Aku tahu hidupku akan berubah jika aku membuka pikiranku, seperti parasut yang
dibuka saat seseorang terjun bebas atau dia akan mati.
”Di
tengah padang gurun yang luas, aku mencari-cari air. Rasa lelah, haus, dan
serasa ingin mati. Tenggorokan sudah kering, keringatku sudah kering, terasa
perih di seluruh tubuh. Panas yang sangat menyengat ini, tidak ada
hijau-hijauan, yang ada hanya pasir cokelat ditambah debu-debu yang
beterbangan. Aku berlutut, aku menelan air liurku yang terakhir kalinya, dan
aku jatuh…. Roh ku sudah terangkat ke atas melihat kepedihanku.
Lalu keluargaku datang memanggil, orang
yang paling aku cintai, teman-teman terdekatku, adik-adik yang mengasihiku,
mereka memanggil namaku… Aku harus bangun… Bukalah tas parasut itu agar kau
selamat.
By
: Seseorang di sisi dunia ini , Yosua Andreas
galau itu jangan diartikan negatif, sebelum
move on yang kita lakukan pasti bergalau dahulu